Rasa-rasanya
baru sebentar, hanya tiga tahun. Akan tetapi bekas yang ditinggalkan bisa jadi
selamanya. Akhirnya saya bisa membuktikan dengan sendirinya apa yang selama ini
orang-orang katakan. Kata orang, masa SMA adalah masa yang paling indah.
Ternyata mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang meskipun saya masih belum
tahu bagaimana kehidupan saya ke depan. Setidaknya saya cukup merasakannya
setelah 14 tahun duduk di bangku sekolah.
Seingat saya
itu waktu itu tanggal 9 Juli, saat pertama kami dipertemukan di tempat impian
kami yang juga menjadi impian bagi ribuan orang di Indonesia. MAN Insan
Cendekia Serpong, sebuah lembaga pendidikan berbasis IPTEK dan IMTAQ yang
secara kualitas sudah tidak diragukan lagi oleh banyak kalangan masyarakat yang
telah mempertemukan kami, generasi ke 17, Magnivic Alencearin.
Masih cukup
segar dalam ingatan saya kesan awal saat menjadi bagian dari Magnivic
Alencearin. Saya dulu berpikir terlalu praktis, saya tidak mau repot-repot soal
angkatan. Betapa jengkelnya saya dulu saat pertama kali diajak untuk kumpul
angkatan pada saat tengah hari bolong di bulan Ramadhan untuk foto angkatan
disertai dengan acara peresmiannya, ya tepat 3 tahun lalu (Hijriyah), tanggal 17 Agustus 2011, 17 Ramadhan 1432 H.
Namun
pandangan apatis saya itu seketika sirna setelah saya mulai mendalami apa arti
sesungguhnya angakatan di Insan Cendekia. Lebih dari hanya sekedar perkumpulan
orang yang terikat selama 3 tahun lalu berpisah begitu saja tanpa bekas. Saya
mungkin membagi sikap dan pemikiran saya terhadap Magnivic menjadi 3 fase:
Apatis, Transisi, Fanatis. Saya mungkin belum menyadari hal itu sebelumnya,
namun saat saya mulai memikirkan kenangan-kenangan yang terjadi selama 3 tahun
bersama saya mulai menemukan hal-hal yang menyadarkan saya pada tiga fase ini.
Fase apatis berada
di masa yang sangat awal. Sungguh sangat awam dan naif pandangan saya saat itu
tentang angkatan. Saya terlalu tidak mau terlibat pada kesibukan atau repotnya
mengurus angkatan. Mungkin karena pengalaman saya tentang angkatan yang tidak
terlalu berbekas sebelum-sebelumnya. Bahkan, untuk sekedar hadir dalam sesi
peresmian nama, logo, dan atribut angkatan lainnya saja saya sangat malas.
Namun semuanya sedikit demi sedikit berubah saat saya memasuki fase kedua.
Fase
transisi ini mungkin terjadi tidak begitu lama, sekitar tiga bulan. Pandangan
saya sedikit demi sedikit berubah saat melihat kakak-kakak angkatan lain begitu
semangat menunjukkan identitas angkatan mereka. Yel-yel angkatan yang
seringkali saya dengar serta semangat kebersamaan mereka sering membuat saya
iri. Rasanya saya pernah berpikir untuk bisa bergabung dengan mereka. Namun itu
tidak mungkin, sebab kita telah ditakdirkan di tempat dan waktu yang harus kita
jalani. Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang selalu menasihati saya untuk
bisa membuat Magnivic terlihat lebih akrab (di
mata mereka). Adalah sebuah acara yang mempertandingkan antar angkatan yang
telah mendorong saya melewati fase ini. Saya masih ingat dengan jelas betapa
lemahnya yel-yel pertama
kami, Magnivic Alencearin. Saya merasa sangat malu saat itu, namun kita
tetaplah kita, Magnivic Alencearin. Saya punya keyakinan kuat bahwasanya suatu
saat semua ini akan berubah. Dan keyakinan saya sedikit demi sedikit mulai
terbukti setelah melewati acara pertandingan olahraga tiga angkatan dimana saat
itu saya turut berada di dalam tim untuk membela nama angkatan. No
Problemo! It's just a beginning!
Sebelum saya
membahas lebih jauh tentang fase fanatis, terlebih dahulu saya akan menjelaskan
maksud fanatis disini. Jadi, fanatis yang saya maksud lebih kepada perasaan
salut dan simpatik mendalam, bukan membabi buta seperti sikap chauvinis. Saya
mulai mengalami fase ini setelah merasakan kebersamaan yang sangat luar biasa
saat momen Studi Kolaboratif pertama. Sebuah momen menyatukan angkatan yang
diselenggarakan pada waktu dan tempat yang tepat. Saya mulai merasakan
merasakan semangat angkatan yang semakin berbeda setelah momen itu.
Sampai
disinilah saatnya titik puncak pertama kecintaan saya itu mulai saya temukan.
Tanpa harus saya ceritakan semua yang terjadi saat Legionnaire dan kejadian
setelahnya semua pasti mengerti. Okeh, kita fokuskan bahasan pada malam itu.
Sebuah malam yang cukup seru bagi saya, dikumpulkan satu angkatan dalam sebuah
ruangan yang gelap oleh beberapa tokoh Insan Cendekia. Sebuah pengadilan
nonformal dadakan yang suasananya terkesan menegangkan namun membuat saya
mengantuk. Namun seketika saat itulah hati saya seakan terbakar. Jantung saya
mulai berdetak kencang mengikuti irama emosi saya yang semakin memuncak. Seakan
membuat saya ingin mengenang masa sebelum berada di sini dengan berbagai macam
perilaku anarkis saya setelah saya mendengar kritik tajam, keras, yang sampai
membuat beberapa di antara kami menangis. Bahkan saat tantangan itu datang,
saya mulai tidak sabar. Namun ketika saya berpikir "Ini Insan
Cendekia, jangan berbuat bodoh!", pikiran rasional saya kembali.
Apapun yang terjadi, kita tidak boleh dirugikan. Sebuah kebodohan jika kita
menganggap malam itu sebagai sebuah mental breaking, kita harus berpikir
berbalik arah. Bangkit!
Hari demi
hari, waktu demi waktu. Magnivic semakin antusias menjawab setiap pertanyaan
yang bernada menantang itu. Kesadaran semua anggotanya menjadi bagian dari
Magnivic Alencearin semakin besar. Semua semakin mengerti posisi dan peranan
yang harus mereka jalankan. Impian-impian besar itu sedikit demi sedikit mulai
terwujud. Kebersamaan pun terasa semakin hangat. Mendaki gunung, olahraga, dan
acara antar angkatan lainnya terasa semakin menggairahkan. Dalam prestasi
nonformal, sudah menjadi rahasia umum semua tanggapan positif dari para guru
tentang eksistensi angkatan ini. Seolah menjadi kendaraan dengan bahan bakar
performa mutakhir untuk semakin melaju cepat namun tetap memiliki rem yang
pakem agar tak tergilincir sebagai pengingat untuk tetap rendah hati.
Hingga di
akhir masa 3 tahun bersama, mimpi dan harapan itu dapat kita raih. Dengan
status sebagai pemegang rekor angkatan yang meluluskan lulusan terbanyak (118 orang), Magnivic menunjukkan kelasnya
dengan tetap mempertahankan posisi teratas dalam jajaran peraih nilai UN
tertinggi nasional, diikuti dengan prestasi jumlah peraih undangan, dan juga
mempertimbangkan peraih medali OSN, saya rasa predikat Luar Biasa tidaklah
terlalu hiperbolis jika disematkan kepada angkatan ini.
Saya begitu
bangga menjadi bagian dari angkatan ini. Seolah menjadi sebuah janji bagi diri
saya sendiri untuk selalu mengibarkan bendera Magnivic di puncak tiang-tiang
langit, Insya Allah. Masih terlalu banyak hal yang tak mungkin dapat saya tuliskan namun akan
selalu terekam dalam memori. Sekarang, bukanlah tentang aku dan kamu, tetapi
kita kita. Apapun yang mereka katakan, saya tidak peduli, ini cinta mati. Damn!
I Love Magnivic Alencearin!
Lakon Hidup
(Special Tribute to Magnivic
Alencearin on 3rd Anniversary)
Lakon Hidup
(Special Tribute to Magnivic
Alencearin on 3rd Anniversary)
www.mari-bukamata.blogspot.com
No comments :
Post a Comment