7/15/2014

DAMN! I LOVE MAGNIVIC ALENCEARIN!

       Rasa-rasanya baru sebentar, hanya tiga tahun. Akan tetapi bekas yang ditinggalkan bisa jadi selamanya. Akhirnya saya bisa membuktikan dengan sendirinya apa yang selama ini orang-orang katakan. Kata orang, masa SMA adalah masa yang paling indah. Ternyata mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang meskipun saya masih belum tahu bagaimana kehidupan saya ke depan. Setidaknya saya cukup merasakannya setelah 14 tahun  duduk di bangku sekolah.

       Seingat saya itu waktu itu tanggal 9 Juli, saat pertama kami dipertemukan di tempat impian kami yang juga menjadi impian bagi ribuan orang di Indonesia. MAN Insan Cendekia Serpong, sebuah lembaga pendidikan berbasis IPTEK dan IMTAQ yang secara kualitas sudah tidak diragukan lagi oleh banyak kalangan masyarakat yang telah mempertemukan kami, generasi ke 17, Magnivic Alencearin.

       Masih cukup segar dalam ingatan saya kesan awal saat menjadi bagian dari Magnivic Alencearin. Saya dulu berpikir terlalu praktis, saya tidak mau repot-repot soal angkatan. Betapa jengkelnya saya dulu saat pertama kali diajak untuk kumpul angkatan pada saat tengah hari bolong di bulan Ramadhan untuk foto angkatan disertai dengan acara peresmiannya, ya tepat 3 tahun lalu (Hijriyah), tanggal 17 Agustus 2011, 17 Ramadhan 1432 H.

       Namun pandangan apatis saya itu seketika sirna setelah saya mulai mendalami apa arti sesungguhnya angakatan di Insan Cendekia. Lebih dari hanya sekedar perkumpulan orang yang terikat selama 3 tahun lalu berpisah begitu saja tanpa bekas. Saya mungkin membagi sikap dan pemikiran saya terhadap Magnivic menjadi 3 fase: Apatis, Transisi, Fanatis. Saya mungkin belum menyadari hal itu sebelumnya, namun saat saya mulai memikirkan kenangan-kenangan yang terjadi selama 3 tahun bersama saya mulai menemukan hal-hal yang menyadarkan saya pada tiga fase ini.

      Fase apatis berada di masa yang sangat awal. Sungguh sangat awam dan naif pandangan saya saat itu tentang angkatan. Saya terlalu tidak mau terlibat pada kesibukan atau repotnya mengurus angkatan. Mungkin karena pengalaman saya tentang angkatan yang tidak terlalu berbekas sebelum-sebelumnya. Bahkan, untuk sekedar hadir dalam sesi peresmian nama, logo, dan atribut angkatan lainnya saja saya sangat malas. Namun semuanya sedikit demi sedikit berubah saat saya memasuki fase kedua.

       Fase transisi ini mungkin terjadi tidak begitu lama, sekitar tiga bulan. Pandangan saya sedikit demi sedikit berubah saat melihat kakak-kakak angkatan lain begitu semangat menunjukkan identitas angkatan mereka. Yel-yel angkatan yang seringkali saya dengar serta semangat kebersamaan mereka sering membuat saya iri. Rasanya saya pernah berpikir untuk bisa bergabung dengan mereka. Namun itu tidak mungkin, sebab kita telah ditakdirkan di tempat dan waktu yang harus kita jalani. Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang selalu menasihati saya untuk bisa membuat Magnivic terlihat lebih akrab (di mata mereka). Adalah sebuah acara yang mempertandingkan antar angkatan yang telah mendorong saya melewati fase ini. Saya masih ingat dengan jelas betapa lemahnya yel-yel pertama kami, Magnivic Alencearin. Saya merasa sangat malu saat itu, namun kita tetaplah kita, Magnivic Alencearin. Saya punya keyakinan kuat bahwasanya suatu saat semua ini akan berubah. Dan keyakinan saya sedikit demi sedikit mulai terbukti setelah melewati acara pertandingan olahraga tiga angkatan dimana saat itu saya turut berada di dalam tim untuk membela nama angkatan. No Problemo! It's just a beginning!

       Sebelum saya membahas lebih jauh tentang fase fanatis, terlebih dahulu saya akan menjelaskan maksud fanatis disini. Jadi, fanatis yang saya maksud lebih kepada perasaan salut dan simpatik mendalam, bukan membabi buta seperti sikap chauvinis. Saya mulai mengalami fase ini setelah merasakan kebersamaan yang sangat luar biasa saat momen Studi Kolaboratif pertama. Sebuah momen menyatukan angkatan yang diselenggarakan pada waktu dan tempat yang tepat. Saya mulai merasakan merasakan semangat angkatan yang semakin berbeda setelah momen itu.

       Sampai disinilah saatnya titik puncak pertama kecintaan saya itu mulai saya temukan. Tanpa harus saya ceritakan semua yang terjadi saat Legionnaire dan kejadian setelahnya semua pasti mengerti. Okeh, kita fokuskan bahasan pada malam itu. Sebuah malam yang cukup seru bagi saya, dikumpulkan satu angkatan dalam sebuah ruangan yang gelap oleh beberapa tokoh Insan Cendekia. Sebuah pengadilan nonformal dadakan yang suasananya terkesan menegangkan namun membuat saya mengantuk. Namun seketika saat itulah hati saya seakan terbakar. Jantung saya mulai berdetak kencang mengikuti irama emosi saya yang semakin memuncak. Seakan membuat saya ingin mengenang masa sebelum berada di sini dengan berbagai macam perilaku anarkis saya setelah saya mendengar kritik tajam, keras, yang sampai membuat beberapa di antara kami menangis. Bahkan saat tantangan itu datang, saya mulai tidak sabar. Namun ketika saya berpikir "Ini Insan Cendekia, jangan berbuat bodoh!", pikiran rasional saya kembali. Apapun yang terjadi, kita tidak boleh dirugikan. Sebuah kebodohan jika kita menganggap malam itu sebagai sebuah mental breaking, kita harus berpikir berbalik arah. Bangkit!

       Hari demi hari, waktu demi waktu. Magnivic semakin antusias menjawab setiap pertanyaan yang bernada menantang itu. Kesadaran semua anggotanya menjadi bagian dari Magnivic Alencearin semakin besar. Semua semakin mengerti posisi dan peranan yang harus mereka jalankan. Impian-impian besar itu sedikit demi sedikit mulai terwujud. Kebersamaan pun terasa semakin hangat. Mendaki gunung, olahraga, dan acara antar angkatan lainnya terasa semakin menggairahkan. Dalam prestasi nonformal, sudah menjadi rahasia umum semua tanggapan positif dari para guru tentang eksistensi angkatan ini. Seolah menjadi kendaraan dengan bahan bakar performa mutakhir untuk semakin melaju cepat namun tetap memiliki rem yang pakem agar tak tergilincir sebagai pengingat untuk tetap rendah hati. 

       Hingga di akhir masa 3 tahun bersama, mimpi dan harapan itu dapat kita raih. Dengan status sebagai pemegang rekor angkatan yang meluluskan lulusan terbanyak (118 orang), Magnivic menunjukkan kelasnya dengan tetap mempertahankan posisi teratas dalam jajaran peraih nilai UN tertinggi nasional, diikuti dengan prestasi jumlah peraih undangan, dan juga mempertimbangkan peraih medali OSN, saya rasa predikat Luar Biasa tidaklah terlalu hiperbolis jika disematkan kepada angkatan ini. 

       Saya begitu bangga menjadi bagian dari angkatan ini. Seolah menjadi sebuah janji bagi diri saya sendiri untuk selalu mengibarkan bendera Magnivic di puncak tiang-tiang langit, Insya Allah. Masih terlalu banyak hal yang tak mungkin dapat saya tuliskan namun akan selalu terekam dalam memori. Sekarang, bukanlah tentang aku dan kamu, tetapi kita kita. Apapun yang mereka katakan, saya tidak peduli, ini cinta mati. Damn! I Love Magnivic Alencearin!

Lakon Hidup
(Special Tribute to Magnivic Alencearin on 3rd Anniversary)

Lakon Hidup
(Special Tribute to Magnivic Alencearin on 3rd Anniversary)

www.mari-bukamata.blogspot.com

No comments :

Post a Comment