Sudah umum jika
melihat suatu rumah dari kamar mandinya. Jika melihat suatu kota, banyak sekali
kriterianya. Menurut saya, kota yang baik dilihat dari bunga, burung dara,
pejalan kaki/pesepeda, bayi, dan lansia ditemui disepanjang jalan.
Hanya kota
yang buruk yang seakan tak mengizinkan bunga untuk mekar, burung dara untuk terbang,
pejalan kaki/pesepeda merasa aman, bayi untuk didorong ibunya, dan lansia
untuk mengangkat tongkatnya.
Saya melihat lima hal itu di kota tua, Krakow.
Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih maksimal, tak
terhingga deh pokoknya. Mungkin saya tak mendapat pengalaman ini jika tanpa
dukungan dan doa dari temen-temen sekalian. Pun ketika Pelatnas, kerasa banget
bedanya sama asrama. Kayaknya tiap orang lewat kamar saya dan liat saya baca
Geografi, mereka selalu senyum lalu bilang semangat dan doa. Siapapun pasti
bahagia bersama temen-temen yang begitu mudah memberi doa.
Sebenernya saya sudah pesimis sepulang ujian terakhir
sebelum wisuda. Waktu itu, performa saya tidak seprima pelatnas sebelumnya. Saya
tidak menjawab pertanyaan dengan percaya diri. Saya harus mengikuti ujian duluan,
tujuh jam dari siang hingga malam. Bahkan ternyata, masih ada ujian tambahan via
email yang saya kerjakan dengan beberapa tragedi.
Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan oleh Allah SWT
untuk berjuang lagi. *iket kepala mode on*
Saya pun kembali ke Bandung untuk Pelatnas 4. Di sela itu,
saya senang bisa ketemu sama beberapa temen lewat bukber region Bandung. Beberapa
hari setelah lebaran, kembali lagi ke Bandung. Ternyata, kontingen saya harus
diuji karena visa belum masuk kedubes Polandia. Itu sangat bahaya dan dapat
membuat kami terancam gagal berangkat. Dengan perjuangan sedemikian rupa—sampe
dosennya sakit—kami dapet visa di jam-jam terakhir. Kami hanya mendapat visa
single entry ke Polandia. Harapan kami dapet Schengen Visa gagal dan tiket
Lufthansa via Frankfurt yang sudah dipesan harus dibatalkan.